Seni Agung Kaligrafi Kuas Tiongkok
Kaligrafi Tiongkok (kaligrafi kuas) telah lama dianggap sebagai landasan budaya Tiongkok.Ini telah secara konsisten dipraktikkan sebagai ekspresi estetika utama sejak abad ke-5 SM. Qin (alat musik berdawai), Qi (permainan papan strategis), Shu (kaligrafi) dan Hua (lukisan), adalah empat keterampilan dasar dan disiplin dari kaum literati Tiongkok.
Dianggap sebagai bentuk seni paling abstrak dan agung dalam budaya Tiongkok, "Shufa" (kaligrafi) sering dianggap paling mengungkapkan kepribadian seseorang. Selama era kekaisaran, kaligrafi digunakan sebagai kriteria penting untuk pemilihan pejabat sipil ke istana kekaisaran. Tidak seperti teknik seni visual lainnya, semua goresan kaligrafi bersifat permanen dan tidak dapat diperbaiki, menuntut perencanaan yang cermat dan eksekusi yang percaya diri. Sementara seseorang harus mematuhi struktur kata yang telah ditentukan, ekspresinya bisa sangat kreatif.
Pengaruh dan Praktik Kaligrafi Kuas yang Abadi
Dengan mengontrol konsentrasi tinta, ketebalan dan daya serap kertas, serta fleksibilitas kuas, seniman bebas menghasilkan berbagai gaya dan bentuk yang tak terbatas. Tetesan tinta yang menyebar dan goresan kuas kering dipandang sebagai ekspresi spontan alami daripada kesalahan. Bagi seniman, kaligrafi adalah latihan mental yang mengoordinasikan pikiran dan tubuh untuk memilih gaya terbaik dalam mengekspresikan isi dari teks. Ini adalah latihan yang sangat santai namun sangat disiplin untuk kesejahteraan fisik dan spiritual seseorang. Secara historis, banyak seniman kaligrafi dikenal karena umur panjang mereka.
Kaligrafi digunakan untuk menulis keajaiban arsitektur dan situs keindahan alam yang terkenal, untuk merayakan hari libur dan untuk meningkatkan kesehatan seseorang. Seniman kaligrafi sering diminta untuk menghasilkan karya kaligrafi, dan ini dipajang di gedung-gedung umum, diukir di batu di taman umum, direproduksi di kepala surat kabar dan sampul majalah, serta diinginkan sebagai hadiah pribadi.
Kaligrafi dengan kuas tidak hanya dicintai dan dipraktikkan oleh orang Tiongkok. Orang Korea dan Jepang sama-sama mengagumi kaligrafi sebagai harta penting dari warisan mereka. Banyak sekolah di Jepang masih memiliki tradisi mengadakan kontes menulis karakter besar di awal tahun ajaran baru. Belum lama ini, pejabat pemerintah Korea diharuskan untuk unggul dalam kaligrafi. Di Barat, Picasso dan Matisse adalah dua seniman yang secara terbuka menyatakan pengaruh kaligrafi Tiongkok pada karya mereka.